Rabu, 11 Maret 2009

Malam Ini

Oleh : Yudha Setya A.N.

Mentari senja,
jingga indah, nan pilu menikam hati
Kala ia mencabut nyawa sang surya,
layaknya mencekik nafas cintaku
Memisahkan, menjejak sebuah rindu
antara aku dengan dia

Maret 2009

Kami Itu Aku dan Hidupku

Oleh : Kemala P.

Maya kini melingkar dipahat pelangi
sambil membual di alun melodi
fikirku bagai sisipan padi
yang kian lemah lunturkan harap

Langkahnya kemudian menemui seikat gabah berisi
menggarap lalu meramping
mengusap kemudian terbaring
dan menjanjikan kabar suatu hari di bawah guratan padi

Musim kering kemarin pagi
menunggu aral retak terpahat janji
untuk lupakan hari ini
dan bersaksi kembali menjadi sufi di tahun ini

Musim kacang kemarin pagi
menutup semua sesal, menyambit semua bebal
dan menggarap satu perihal
tentang kelam merangkum massal
dan adanya kapten di tengah koral

Musim bunga esok menanti
tinggallah membayar suatu yang pasti
dan membaca mahar lakonnya dahulu
yang mungkin beku berbasis canda yang lalu

Aku yang sama memaksa jua
dan harapkan kata yang tak lagi menjadi sebuah jatah melata
dan menjunjung adanya batasan-batasan di atas perangaiku

Aku yang sama telah lanjutkan satu kata dari hidupku
untuk kembali bertatapan dengan langit
dan tak kembali menyerukan kosongnya angin di dalam bui berkaki
seperti bumi,
salah langkah bisa mati
terhenyak ciptakan sepi

Aku yang smaa ada dimana-mana
merantau kembali ke alunan, lalu merangkap menjadi muda
sambil meretas sesembahan alam yang buatku luluh
ada yang berapat dan berkenaan pergi
buatku melepuh menjadi tawanan abadi
dan tetap tahu murninya diri lesu tak akan mati
dan segala yang abadi
kontras melebur diri di tengan dentuman sakti

Juli 2008

Balada Adik dan Kakaknya

Oleh : Kemala P.

Langkah kecil sesosok cahaya
menapak perlahan memaksa tawa
menerawang jauh ke surya
sampai-sampai angin terbawa

Bulat sangkar yang ia dekap
sepanjang jalan sambil mengusap harap
akan adanya deru tangis yang berderap
di kala senja adik tertangkap

Mencari hangat di tengah malam
langkah kecilnya kembali tetata
diamkan adik yang kian kelam
sampai langkahnya lesu terbata

Juli 2008

Semegah Sampah

Oleh : Kemala P.

Kemarin di belakang rumah ada sampah
membentang luas menutup tanah

Kemarin di depan rumah ada rumah
sambil mengintai sampah-sampah

Baunya seperti tak bertuan
kemana angin disana ketahuan

Rupanya seperti tak berjasa
kemana orang bisa, sampah pun tersisa

Esok ku ingin di belakang telah sepi
seperti mimpi malam ini

bila esok ku lihat masih begini
tinggalkan saja bumi ini

Juni 2008

Minggu, 08 Maret 2009

Sampan Itu Terbawa Angin

Oleh : Kemala P.

Sampan itu sudah jauh
tad dapat terlihat
tak jua tersusul

Sampan itu bawakan berita
kabar angin yang bercerita
tentang sendunya cerita wanita
yang hina hempaskan tahta

Sampan yang kian berlabuh
yang hampir menebar aib tertabuh
kini sampai ke tempat jauh

Sampan itu mengumpat sudah
ceritakan kabar yang telah nyata
hingga kini aib merekah
sampai sang wanita menutup mata

Juni 2008

Bibir

Oleh : Kemala P.

Katakanlah...
wahai bibir yang mencinta senyuman
dimana engkau simpan semua memori ?
akan adanya bualan tentang senyum
namun terlihat fana
dimana ada jentikan tawa
yang seringkali mengiringi riangmu itu

Wahai bibir yang senantiasa merindu tawa
dapatkah engkau ciptakan sendiri tawamu itu ?
dapatkah engkau buat reindumu tertawa untukmu?

Sadarilah..
mengertilah..
cinta dan rindumu sesungguhnya ada di dalam dirimu

Mei 2008

Sang Saka Merah Hati

Oleh : Kemala P.

Temanku ini kerap jumpa khayal
terpetik layaknya rerumputan di awang sepi
mendengkur bersuar jeritan gerutu

Semusim ini terpapar di peluhnya
ada dan tiadanya rasa cinta
gemah ripahnya suka duka
seakan butuh sang temaram
sesungguhnya memang nyata diri mereka
menaungi teman setia
menghapus kumparan duka
sekelebat mengerjapkan ia

Sudikah ia selalu ku tempa ?
melawan hina hadapi bersama

Sudikah ia menyimpan rasa ?
pelepahnya hanya diri ini yang sesungguhnya hina

April 2008